Total Tayangan Halaman

Jumat, 22 April 2011

MENGHARGAI SEJARAH PENEMU BUKU IQRO'

Maret 30, 2007

Seorang teman baik menunjukkan buku tentang pendidikan Islam dan pesantren yang ditulis Professor Nishino dan Prof Hattori. Bukunya sangat cantik dilengkapi dengan foto-foto kegiatan pesantren dan pengajian di Indonesia.

Saya terkagum-kagum melihatnya. Seperti yang saya tulis di blog ini tentang orang Jepang yang suka mikir njlimet, hal yang sama saya rasakan ketika membuka-buka halaman demi halaman buku baru tersebut. Hal-hal yang sangat detil terungkap dengan sangat baik, sebagaimana buku2 karangan orang Jepang.

Membaca buku karangan orang Jepang seperti membaca buku cerita bagi saya, karena detilnya pemaparan. Ya, tergantung bukunya juga sih, kalau buku ilmiahnya sama saja membuat kening berkerut-kerut.

Sambil melihat-lihat isi buku, kami mengobrol ngalor ngidul hingga sampai pada topik tentang sejarah. Yuki san teman saya, juga menulis salah satu chapter tentang IQRO di Indonesia. Yuki yang lama tinggal di Indonesia benar-benar sudah seperti orang Indonesia bagi saya. Kegigihannya mempelajari tentang IQRO membuat saya tersadar akan kehebatan orang Indonesia di bidang pengajaran Al-Quran. Dia begitu terkesan dengan fenomena belajar Al-Quran sejak dini di Indonesia, yang bagi sebagian orang Indonesia adalah hal yang wajar.

Saya pun semula tak pernah begitu terpesona dengan metode IQRO, dengan perjuangan penemunya, dengan kisah sejarah di balik movement IQRO di Indonesia, tetapi karena membaca hasil penelitian Yuki san, medengarkan ceritanya, saya menjadi sangat tertarik dengan apa itu IQRO, bahkan bertekad mendatangi dan belajar kepada orang2 yang berjasa mengembangkannya hingga kini. IQRO saat ini tidak hanya dikenal di Indonesia tapi sudah dipakai di beberapa negara ASEAN. Suatu gerakan yang mungkin tak terdeteksi atau terasakan oleh kita yang muslim.

Yuki san begitu menggebu berharap orang Malaysia atau siapa saja yang mengadopsi sistem IQRO pun para penerbit dan pengguna yang mengambil keuntungan dari pengembangan IQRO mau belajar dan menghargai perjuangan penemunya, Bapak K.H. As`ad Humam.

Saya jadi teringat betapa kurangnya penghargaan kita, orang Indonesia kepada orang-orang seperti Pak As`ad. Banyak sekali orang yang menemukan hal kecil tapi bermanfaat di sekitar kita, yang mengalirkan air dari gunung-gunung ke sawah, yang mengajarkan Al-Quran di surau-surau gelap yang pada akhirnya melahirkan para qari dan orang besar lainnya.

Perjalanan orang-orang penting seperti itu yang kadang tidak terekam dengan baik oleh kita, sehingga hilang begitu saja sebelum kita sempat mengambil pelajaran yang baik. Menghargai proses sepertinya masih kurang, padahal proseslah yang bisa mengulang sejarah.

Dulu semasa kecil, saya suka sekali duduk di dekat lampu minyak, yang bisa menghitamkan wajah. Tidak sekedar duduk tapi sambil mendengarkan oom bercerita tentang bualan-bualan orang dulu. Tentang kakek yang berjuang melawan Belanda, atau tentang dukun beranak di kampung kami yang dari tangannya telah lahir bayi sekampung ataupun cerita-cerita siluman yang tak masuk akal lainnya. Tapi terlepas dari isi cerita, di kampung kami seperti sudah tersepakati bahwa oom tahu tentang sejarah kampung, sehingga bisa dijadikan rujukan.

Seperti halnya Yuki san, saya pun angkat jempol kepada para pejuang IQRO, juga kepada orang2 yang menemukan metode membaca Al-Quran. Saya bahkan salut dengan orang-orang yang tak berputus asa memikirkan cara supaya semua orang Islam bisa membaca Al-Quran, menggemarinya dan mau mengamalkannya sehari-hari. Usaha seperti mereka menurut saya lebih berharga daripada orang yang berhasil membuat sesuatu yang tidak berharga menjadi segunung uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar